English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sunday, March 21, 2010

PERBANDINGAN ANTARA KEARIFAN DAN KETEGASAN

Dalam perbagai peristiwa besar, seperti terjadinya perang, atau kerusuhan dan konflik horizontal disitu akan mengemuka berbagai persoalan yang menuntut adanya kearifan, ketegasan dan keadailan. Hal itu diperlukan sebagai instrumen bagi meminimalisir dampak dari sebuah tragedy kemanusiaan yang lebih dasyat, selain itu instrument ini juga mengarah pada normalisasi, harmonisasi dan rekonsiliasi.

Belajar terhadap perjalnan kehidupan perjuangan nabi Muhammad SAW ketika beliau melakukan berbagai langkah-langkah normalisasi dan rekonsiliasi kemudian yang terkenal sebutan fathul Makkah ( terbukanya kota Makkah).



Ketika nabi berhasil menguasai Makkah, para pengikut Nabi memperlihatkan ekspresi balas dendam dengan meneriakan yel-yel “hari ini hari pembalasan !” ekspresi ini disulut oleh kalangan sahabat yang telah menjadi kurban kekerasan dan kekejaman orang-orang makkah ketika itu, dimana sebelumnya orang-orang kafir Quraiy Makkah melakukan berbagai tindakan profokasi, intimidasi yang menyulut peperangan berkali-kali. Berbagai pelanggran hak azasi menghiasai kota Makkah, sehingga nabi hijrah menghindari kekerasan orang Makkah, namun orang-orang makkah tidak berhenti begitu saja mereka terus mengobarkan api peperangan yang bermaksud menghancurkan komunitas yang dibangun oleh Nabi di Madina.

Adalah wajar mereka yang bertahun-tahun hidup tertekan akibat ulah orang –orang kafir quraisy Makkah, maka ketika berhasil membangun kekuatan dan sukses menguasai Makkah, maka wajar mereka melampiaskan dendam kepada orang-orang Makkah. Namun Nabi melarangnya dan supaya yel-yel tentang hari pembalasan agar segerah dihentikan diganti dengan hari ini hari kasih sayang (haza yaumu yaumu marhamah) sebagai upaya melakukan rekonsiliasi. Ini dilakukan oleh Nabi agar tidak terjadi pembalasan massal yang mengarah pada sikap perusakan yang melampui batas, dimana Allah berkali-kali memberi peringatan keras agar tidak melampui batas dalam segala hal.

Kearifan sangat diperlukan agar dapat berfikir dan bertindak secara proposional dan menghindarkan sikap tatarruf yang dapat menyulut persoalan baru, sebab setiap peristiwa besar seperti peperangan atau kerusuhan yang membawa dampak terjadinya tragedy kemanusiaan dan kerusaan struktur social dan ekonomi. Kearifan sangat diperlukan, karena kaerusuhan atau konflik horizontal selalunya hanya menjadi agenda segelintir orang, bahkan peristiwa besar seperti perang dunia1&2, perang teluk, perang Palestin sebenarnya hanyalah lahir dari keinginan beberapa individu para elit Negara, tetapi yang jadi kurban adalah jutaaan ummat manusia yang tak berdosa dan yang tidak mengetahui sebenarnya. Oleh itu disinilah perlu kearifan, kejernihan pemikiran agar ia tidak membawa kurban kemanusiaan yang lebih dasyat. Ketiadaan kearifan akan melahirkan sikap tatarrruf yang membawa pada gerakan terorisme dan radikalisme, sebagaimana yang terjadi sekarang ini dimana yang menjadi target teroris adalah kepentingan Negara-negara yang dipersepsikan mengancam eksistensi dirinya, akibat kebijakan yang membawa kurban kemanusiaan.

Merujuk pada peristiwa fathul Makkah dimana nabi Muhammad saw disamping melakukan rekonsiliasi, nabi juga memerintahkan agar menangkap pelaku utama yang menyebabkan terjadinya ketegangan dan peperangan bertahun-tahun lamanya, dikisahkan ada 9 orang yang ditangkap dan kemudian dilakukan verifikasi dan hasilnya empat orang harus dihukum mati, sedangkan yang lain diampuni dan kemudian dilakukan rekonsiliasi diantara mereka, sehingga tidak ada lagi balas dendam dan ancaman. Tindakan tegas nabi terhadap empat orang kafir Quraisy tersebut bukan karena kekufurannya, tetapi karena peranannya dalam menciptakan konflik, dimana secara terbukti nyata keempat orang inilah yang melakukan profokasi dan sekaligus melakukan tindakan-tindak makar dan kejahatan yang memberi dampak kerusakan secara massal.

Kebijakan nabi ini mencerminkan kearifan, ketegasan dan keadilan Nabi Muhammad SAW dalam menyelesaikan konflik horizontal. Dengan kearifan dan ketegasan akhirnya melahirkan keasadaran batin yang amat dalam, sehingga orang-orang Makkah berbondong-bondong masuk Islam secara massal. Kearifan dan ketegasan Nabi ternyata dapat mengubah keadaan dari sebuah komunitas yang saling berperang berubah menjadi komunitas yang dapat hidup berdampingan secara aman damai dan saling pengertian.

Kami hadirkan peristiwa fathul Makkah ini agar dapat dijadikan model bagi mengatasi berbagai konflik horizontal khususnya dinegara kita, dimana dalam menyelasaikan harus bermuara pada kearifan dan ketegasan (tindakan hukum) yang proposional. Dalam melakukan ketegasan didalam hukum Islam diperkenalkan istilah yang berbeda terhadap dua bentuk kejahatan kemanusiaan antara pembunuh yaitu qatil (pembunu) dan fasad fil ardhi (perusak di muka bumi). Implikasi qatil adalah minim yang harus di hukum qishah (Al-baqara:178, Al-maidah:45,), sedangkan implikasi pengacau (yang melakukan kerusakan di muka bumi) adalah meluas, karena merupakan kejahatan yang memberi dampak kerusakan secara massal yang membawa tragedy kemanusiaan, dan penghancuran ekonomi serta lingkungan, hukuman yang dijatuhkan pada pengacau atau penebar kerusakan adalah jauh lebih berat, dijelaskan dalam al-Qur’an, (Al-maidah:38) mereka dipotong tangan, kaki di bunuh dan disalib. Ketetapan hukuman yang diterangkan al-Qur’an terhadap pengacau tersebut diatas membawa pesan yang jelas bahwa hukuman tembak atau hukuman mati adalah pantas diterapkan bagi mereka yang melakukan kerusakan di muka bumi ini. Oleh itu hukuman mati bagi teroris, pengacau, profokasi konflik harizontal, cukung narkoba dan kejahatan perang adalah hukuman yang setimpal, karena ia melakukan kejahatan yang membawa dampak kerusakan yang sangat besar sekali.

Dalam konteks kehidupan ummat manusia baik dalam sekala nasional maupun global yang terus dinamis dan tidak henti-hentinya menghadapi berbagai tragedy kemanusiaan ia memerlukan kearifan, ketegasan dan keadilan secara simultan, sebagai satu instrument bagi mengatasai persoalan secara paradigmatic dan systematic yang didalamnya nilai-nilai moral, kemanusiaan dan keadilan, selain itu kearifan dan ketegasan juga merupakan syarat mutlak bagi menyelasaikan dan meminimalisir efek dari berbagai benturan, konflik horizontal dan peperangan yang membawa dampak pelanggaran terhadap kemanusiaan.

Dalam berbagai konflik di Negara kita yang seriang kali membawa-bawa Isu SARA padahal hakikatnya bukanlah persoalan sara, adalah disinyalir merupakan by desains oleh elit-elit yang ingin memanfaatkan dari konflik tersebut, sebab dengan adanya konflik mereka dapat mengambil keuntungan yang sangat besar dan kepentingannya tercover dengan adanya konflik tersebut. Oleh itu disitu akan terdiri dari berbagai lapisan dimana lapisan pertama adalah mereka yang mempunyai kepentingan dimana ini hanya segelintir atau bahkan seorang saja, kemudian lapisan kedua adalah pelaksana dilapangan yang dia mengerti tujuan dan maksud lapisan pertama, namun atas konsekwensi tertentu mereka rela melakukan kekarasan atau bahkan pembunuhan, dan yang ketika adalah kumpulan orang banyak yang kabur dari persoalan yang sebenarnya, tetapi ia dituntut oleh situasi harus terlibat dalam sebuah kekacuan.

Oleh itu dalam upaya penyelasaian, maka perlu pemilahan yang jelas, disnilah kearifan diperlukan untuk orang-orang yang menjadi kurban kepentingan, mereka ini jumlahnya sangat besar. Kemudian ketegasan atau penegakkan hukuman yang setimpal harus ditegakkan bagi pelaksana kekacuan dilapangan yang melakukan pelanggran hokum sebagai konsekwensi dari Negara hukum, dan selain itu secara simultan keadilan harus ditegakkan dengan mengungkap berbagai peristiwa secara trasparan dan tuntas, sehingga wujud keadilan secara nyata.

Dalam merealisasikan ketegasan ia harus mengikuti prosudur yang standart agar hukuman yang dijatuhkan setimpal dengan tindakannya dan benar-benar memenuhi rasa keadilan. Namun perlu diakui melakukan ketegasan hukum yang berkaitan dengan berbagai tragedy kemanusiaan yang didesain ternyata sampai sekarang masih misterius, para penegak hukum nampaknya tidak mampu menembus halangan-halangan emosional, promordial dan structural, sehingga sampai sekarang berbagai peristiwa seperti 30 september, Tanjung Priok, dukun santet, bom bali kerusuhan Poso, Ambon, Pengedar Narkoba dan sebagainya belum perna mampu mengungkap dalang dibalik itu semua. Oleh itu semua pihak terutama Negara harus berupaya keras melakukan tindakan dan langkah-langkah yang systematis untuk dapat mengungkap dalang intelektualnya.

Namun demikian bukan berarti kita mengabaikan para pelaku dilapangan yang telah terbukti berperan melakukan kejahatan kemanusiaan, dalam kaidah fiqh, “mala yadraku kulluhu la yadraku kulluhu”( jika tidak dapat mencapai target semuanya jangan ditinggalkan semuanya) dengan kata lain jika tidak dapat menangkap dalang intelektualnya bukan bermakna mengabaikan tindakan hukum terhadap pelakunya, maka hukuman yang setimpal ( seperti hukuman mati) tetap harus ditegakkan terhadap pelaku yang telah terbukti menjadi pelaksana terjadinya konflik horizontal atau terorisme.

0 comments:

Template by : Dunia Islam Ahmad Efendi